Minggu, 23 Februari 2014

Hanya perlu sedikit mengerti


Kamu dan aku atau mungkin kita adalah sepasang insan yang sedang bingung tentang apa yang terjadi sekarang. Mengapa waktu memisahkan kita? Mengapa jarak kini terbentang semakin luas dihadapan kita? Mengapa kita tidak bisa bercanda tawa seperti dulu? Apa kamu bisa membantuku menjelaskannya?



Mungkin itu semua karena sikap kita yang sama-sama egois. Aku bingung, kenapa kita menjadi lebih jauh dari sebelumnya? apa kita tidak bisa saling mengerti? Haruskah aku yang selalu memulai pembicaraan? Haruskah aku yang menyapamu terlebih dahulu? Masih adakah rasa sayang untukku itu? Aku mulai ragu.. disaat hubungan ini semakin kacau dan renggang. Apa yang harus aku lakukan? Sedangkan pembicaraan pun tidak pernah ada. Apa masalah kita akan selesai? Sampai kapan kita harus saling diam? Sadarkah kau? Aku menahan sedih dan sakit saat hubungan ini diatas kehancuran hanya karena rasa egois kita. Rasa keras kepala yang membuat kita saling membenci dan akhirnya jauh. 


Lagi-lagi jarak. Sepertinya jarak sudah mulai masuk dalam cerita kita. Cerita yang hanya diwarnai dengan perdebatan tanpa ada pembicaraan untuk saling introspeksi diri. Apakah jarak yang harus disalahkan? Aku rasa tidak. Kita yang seharusnya saling mengerti tentang apa yang sedang memasuki cerita ini. Rasa egoiskah? Rasa keras kepala kah? Atau memang hubungan ini harus berhenti sampai disini? Aku lelah dan kesal menghadapi sikapmu yang mulai acuh pada hubungan ini. Mungkin kau tidak sadar, tapi aku sadar. Saat ini kita seperti mencari rasa pelampiasan karena hubungan ini. Berusaha dekat dengan yang lain. Dan akhirnya mungkin memang harus berpisah.

Mampukah kita bertahan? Aku ragu.. bertahan? Bagaimana kita mau bertahan kalau pembicaraan saja tidak ada. Kesadaran masih belum menghapirimu. Dan pelampiasan sudah mulai merasuk dalam jalan pikiranmu. Begitupun aku. Rasa keras kepala masih bersamaku, entah apa yang harus aku lakukan. Kau acuh, akupun acuh. Mulai tidak peduli pada keadaan meski nyatanya aku merindukan saat dimana kita masih sangat dekat. Merangkai kenangan dalam canda dan tawa. Tidak seperti sekarang yang hanya diwarnai perdebatan yang memicu pertengkaran kecil.


Mampukah kita bertahan? Disaat ada pihak lain yang mulai ikut dalam cerita kita. Disaat masa lalu mulai menghampiri lagi. Dan saat itu aku hanya bisa tersenyum pilu melihat hubungan ini.

Kamis, 01 Agustus 2013

Beritahu aku

Sampai detik ini aku belum juga mengerti, mengapa aku masih saja bertahan. Bertahan pada rasa sakit yang kita ciptakan. Apa sebenarnya yang membuat aku bertahan sejauh ini ? mungkin sebuah keyakinan dalam hati.. Melihatmu, senyumanmu, tertawamu adalah kebahagiaan sederhana yang aku rasakan. Terkadang ada pertanyaan yang memang tak ada jawabnya.
aku masih belum tahu jawaban mengapa aku mencintaimu.
aku masih belum tahu jawaban mengapa aku masih peduli pada kamu yang mengabaikanku.
aku masih belum tahu jawaban mengapa aku dan kamu tak bisa jadi lebih dari teman.
aku masih belum tahu jawaban mengapa aku terlalu sabar menunggu dan bertahan; sendirian.
aku masih belum tahu...
Dan apa kamu tak ingin memberitahuku untuk jawaban dari sekian pertanyaanku itu?
Bertahan bukan hal yang mudah. Apalagi bertahan untuk orang seperti kamu. Sangat sulit. Kamu menyebalkan. Kamu tau tapi pura pura tidak tahu, apa itu tak menjengkelkan?
tapi aku memilih untuk bertahan. Mempertahankan perasaan yang memang kenyataannya tak pernah berkurang. Kamu pasti bertanya tanya kan? jangan tanyakan padaku. Coba sekali kali kamu bertanya pada dirimu sendiri. Kenapa sampai ada perempuan yang rela membuang waktunya untuk laki-laki seperti kamu. Coba kamu bayangkan kira kira bagaimana perasaanya jika terabaikan olehmu. Hanya menjadi setitik dari sekian memori dalam milyaran juta sel di otakmu. Coba rasakan air matanya yang jatuh, ketika ingatan tentang kamu tiba-tiba saja muncul dalam lamunannya. Coba pelajari setiap gerak geriknya, ketika dia berjalan, lalu sosokmu tiba-tiba terlihat di bola matanya. Ketika bola matanya menangkap apa yang kamu lakukan bersama orang yang membuat hatinya runtuh. Kamu harus tahu seketika itu ingin sekali dia melempar bom dan berteriak “dia milikku!”. Hahaha tapi kamu juga harus tahu dia tak akan pernah melakukan hal itu. Dia, perempuan yang masih bertahan untuk KAMU tak ingin terlihat konyol didepanmu. Dia ingin terlihat sempurna untukmu
Sekarang udah jelas kan, aku masih ingin bertahan. Entah sampai kapan. Mungkin sampai aku bosan. Dan apa kamu akan merasa menyesal kalau saja suatu saat nanti aku benar benar bosan san pergi dari kehidupanmu ? apa kamu akan merasa kehilangan ?
Jawabannya masih sama seperti pertanyaanku yang lain. Tidak tahu...

Minggu, 28 Juli 2013

Begitu sederhana untuk aku mencintaimu

Aku merasa bahwa aku satu-satunya yang mencinta kamu. Awalnya aku selalu berharap bisa mendapatkan perhatian itu, tapi lama kelamaan aku mulai terbiasa menjadi yang selalu dinomor duakan.


Aku tak pernah berharap di setiap pagiku ada bunyi dering telepon darimu, di tiap malam ada suaramu menyemangatiku, atau diwaktu-waktu tertentu saat keterpurukanku, tapi nyatanya aku selalu sendiri. Awalnya aku mencoba agar kamu bisa melihat aku, namun sepertinya aku tidak terlalu menarik buatmu.

Aku tak pernah berharap kamu bisa berjanji banyak hal untukku, bahkan untuk sekedar berkata manis buatku rasanya sangat sulit kan? Entahlah aku tak mengerti sampai sekarang. Kamu bilang beginilah caramu, aku masih tetap tak mengerti, mengapa bisa kamu lakukan cara yg berbeda seperti yang aku inginkan terhadap orang lain tapi bukan untukku! 

Kadang aku merasa bahwa aku tak pernah memiliki cintaku sendiri, aku merasa kamu begitu jauh dan asing. Aku tak pernah mengerti sosokmu. Kamu berbeda! Ya memang berbeda,


Mungkin jika aku memilikimu, aku malah tak pernah memelukmu.

Kamu yang selalu memprioritaskan kepentingan mu, yang aku anggap egois itu mulai aku terima perlahan dengan enggan.


Aku tak tau itu bertahan sampai kapan, ya memang sepertinya benar, aku begitu mencintai kamu yang begitu acuh, walau merasa bertepuk sebelah tanganpun aku tak perduli.

Aku tak pernah berhayal kamu akan memberikan aku cincin dan melamar aku sebegitu romantisnya kelak nanti, aku tak berani, sekedar bahagia diatas bayanganku saja aku merasa takut. Mengapa? Mungkin aku merasa mustahil mendapatkan itu dari kamu yang begitu tak perdulinya.

Aku tak mengerti sangat tak mengerti. Kamu selalu datang dan pergi sesukamu. Hadir disaat aku tak mengharapkanmu dan pergi disaat aku membutuhkanmu, awalnya aneh rasanya, namun aku terima lagi.
Kamu selalu banyak meminta dan ingin dituruti, namun kamu enggan untuk memberi dan balik menurutiku,  sedih rasanya.

Kamu egois? Mungkin benar. Sedikit kecewaku, karena itu rasa sayang. Kamu jarang membuka mata untuk sedikit melihat orang disekitarmu, yang perduli dan tulus. Sedihnya kamu selalu mencari hal yang sia-sia, sesuatu yang hanya memberimu kepuasaan untuk seorang diri dan buta akan orang yang mengasihimu.

Aku tak pernah lelah untuk terus mengingatkanmu bahwa disini ada aku!
Mungkin ketika orang yang selalu kamu harapkan tak ada disaatmu jatuh, ingat ada aku!
Mungkin ketika orang yang selalu kamu harapkan tak bisa mencoba mencintaimu lagi, ingat ada aku!

Taukah kamu, aku selalu menangis disaat kamu dan teman-temanmu tertawa terbahak-bahak. Aku selalu menangis disaat kamu membentak, disaat kamu tak perduli mendengarkan ceritaku yang membosankan. Aku menangis disaat aku kesepian, disaat kamu sibuk dengan urusanmu, disaat kamu lebih memilih duniamu dibanding hanya sedikit perduli kepadaku. Tahukah kamu, aku selalu menangis karena mencintaimu, karna begitu sulit menyayangimu.

Apa kamu tak pernah merasa, aku begitu kuat bertahan dengan sikapmu yang seperti itu, tak pernahkah sedikit kamu mencoba berubah. Tidak! Tidak, tak perlu berubah, mungkin akan aneh rasanya suatu hari nanti.

Sayangnya aku tak pernah menyesal menangisimu, bila kamu yang mempunyai aku, bila hanya aku yang ada dihati dan hidupmu, meski tak bisa kamu bersikap selayaknya seorang yang perdulu terhadap aku , tak apa, biarlah terus begini. 

Tapi aku mohon, dengarlah tangisanku, yang begitu sakit saat kau acuhkan...
Dengarkan aku, yang begitu membutuhkanmu disaat apapun, saat sedihku terutama, aku mohon...

Yang harus kamu tau, apakah pantas aku memohon yang seharusnya kamu berikan kepadaku?

Andai cintamu seperti cintaku, mungkin tidak akan begitu sakit rasanya..

Rabu, 05 Juni 2013

Ketika itu...

Semua berjalan secara sederhana. Kita becanda, kita tertawa, dan kita membicarakan hal-hal manis; walaupun segala percakapan itu hanya tercipta melalui pesan singkat yang saling berbalasan. Perhatian yang mengalir dari mu dan pembicara manis kala itu hanya ku anggap sebagai hal yang tak perlu dimaknai dengan luar biasa.

Kehadiranmu membawa perasaan lain. Hal berbeda yang kamu tawarkan padaku turut membuka mata dan hati dengan lebar. Aku tak sadar, bahwa kamu datang memberi perasaan aneh. Ada yang hilang jika sehari saja kamu tak menyapaku melalui dentingan yang menunjukan 1 pesan darimu. Setiap hari ada saja topik menarik yang kita bicarakan, sampai pada akhirnya kita berbicara hal yang paling menyentuh, cinta.

Kamu bercerita tentang seseorang yang pernah kamu cintai, dan aku bisa merasakan perasaan yang kamu rasakan. Aku berusaha memahami kerinduanmu akan perhatian seorang wanita. Sebenarnya, aku sudah memberi perhatian itu tanpa kamu ketahui. Mungkinkah perhatianku yang sering aku berikan tak benar-benar terasa olehmu? Aku mendengar ceritamu lagi, hatiku bertanya-tanya seorang pria hanya menceritakan perasaannya pada wanita yang dianggap dekat. Aku bergejolak dan menaruh harap. Apakah kamu sudah menganggapku sebagai wanita spesial, meskipun kita tak memiliki status dan kejelasan? Senyumku mengembang dalam diam, segalanya tetap berjalan begitu saja, tanpa ku sadari bahwa cinta telah menyeretku ke arah yang mungkin saja tak ku inginkan.


Saat bertemu, kita tak pernah bicara banyak. Hanya sesekali menatap dan tersenyum penuh arti. Ketika berbicara secara tak langsung, kita begitu bersemangat, aku bisa merasakan semangat itu melalui tulisanmu. Sungguh, aku masih tak percaya segalanya bisa berjalan secepat dan sekuat ini. Aku terus meyakinkan diriku sendiri, bahwa ini bukan cinta. Ini hanya ketertarikan sesaat karena aku merasakan sesuatu yang baru dalam hadirmu. Aku berusaha mempercayai bahwa perhatianmu, candaanmu, dan caramu mengungkapkan pikiranmu adalah dasar nyata pertemanan kita. Ya, sebatas teman, aku tak berhak mengharapkan sesuatu yang lebih.

Aku tak pernah ingin mengingat kenangan sendirian. Aku juga tak ingin merasakan sakit sendirian. Tapi, nyatanya...
Perasaanku tumbuh semakin pesat, bahkan tak lagi terkendalikan. Siapakah yang bisa mengendalikan perasaan? Siapakah yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh pada orang yang tepat ataupun salah? Aku tidak sepandai dan secerdas itu. Aku hanya manusia biasa yang merasakan kenyamanan dalam hadirmu. Aku hanya wanita yang takut kehilangan seseorang yang tak pernah aku miliki.

Salahku memang jika mengartikan tindakanmu sebagai cinta. Tapi, aku juga tak salah bukan? jika berharap bahwa kamu juga punya perasaan yang sama. Kamu sudah jadi sebab tawa dan senyumku, aku percaya kamulah kebahagiaan baru yang akan memberiku sinar terang. Aku sangat mempercayaimu, sangat! Dan, itulah kebodohan yang harus ku sesali.

Ternayata ketakutanku terjawab sudah, kamu menjauhi ku tanpa alasan yang jelas. Kamu pergi tanpa ucapan pisah dan pamit. Aku terpukul dengan keputusan yang tak kau sampaikan padaku, tapi pantaskah aku marah? Aku tak penah menjadi siapa-siapa bagimu, mungkin aku hanya persingahan, bukan sebagai tujuanmu. Kalau kamu ingin tau, aku sudah merancang berbagai mimpi indah yang ingin ku wujudkan bersamamu. Mungkin suatu saat nanti, jika Tuhan izinkan, aku percaya kita pasti bisa saling membahagiakan.

Aku tak punya hak untuk memintamu kembali, juga tak punya aturan untuk memintamu segera pulang. Masih adakah yang perlu ku paksakan, jika bagimu aku tak pernah jadi tujuan? Tidak munafik, aku merasa kehilangan. Dulu, aku terbiasa dengan candaan dan perhatian kecilmu, namun segalanya tiba-tiba hilang menguap tak berbekas.

Sesungguhnya, ini juga salahku yang bertahan dalam diam meskipun aku punya perasaan yang lebih dalam dan kuat. Ini bukan salahmu, juga bukan kesalahannya. Tapi, tak mungkin matamu terlalu buta dan hatimu terlalu cacat untuk tau bahwa aku mencintaimu.

Aku harus belajar tak peduli. Aku harus belajar memaafkan, juga merelakan...

Enggak selamanya...

Ketika kita terbiasa menjadi yang pertama, muncul pertanyaan bagaimana nanti ketika saatnya kita harus mengalah dan menjadi nomer kedua. Ketika kita terbiasa menerima semua pujian serta senyuman, muncul keraguan bagaimana nantinya kita bisa menepuk bahu orang lain dan tulus memuji. Ketika kita terbiasa didengar dan diperhatikan, mungkin akan datang saatnya ketika kita berdiri namun tak satupun menyadari. Ketika kita terbiasa memiliki waktu, akan ada saatnya kita berdiam dan waktu bergulir meninggalkan.

Apakah semua orang mempunyai masanya? bukan mengenai kehidupan tapi tentang keberadaannya. Apakah ketika seseorang dianggap ada, maka nantinya kita harus berfikir dan siap untuk tergantikan?.

Akan ada satu titik dimana semua terlihat sia-sia. Ada sebuah titik dimana muak dan frustasi menari dalam benak kepala kita. Ada saatnya kilasan harapan itu hilang dan tergantikan dengan gambaran seorang pecundang. Kadang akan tiba saatnya, perasaan kuat itu hilang, dan tergantikan rasa bodoh yang menyedihkan.

Kita pernah berjuang berusaha, namun jatuh di tengah jalan. Digoda oleh nikmatnya menyerah, duduk santai, dan mencoba lari dari kenyataan. Kita pernah tersungkup lelah, saat semua energi hilang, dan kemalasan serasa pilihan yang tepat menyesatkan. Kita semua pernah jatuh. Pertanyaannya adalah "Seberapa kuat kita bisa bangkit kembali?"

Senin, 06 Mei 2013

If you can, then do it.

Masih tentang kisah kita...
Kisah yang lalu, kisah yg semestinya telah berakhir namun tetap bergulir dengan liar menembus ruang waktu dalam bingkai dimensi baru.
Sekian lama kita tak lagi bertegur sapa, dan masing-masing dari kita membangun dunia kita sendiri-sendiri, sebuah dunia yang tak memungkinkan ada sebuah ruang bagi kita untuk bertemu dan bersinggungan, masing-masing dari kita menciptakan sekat-sekat keraguan berlapis ego yang kian pekat…
Untuk apa semua itu ?
Dunia seperti apa yang sedang kita bangun ?
Apakah semua itu adalah hal yang benar-benar kita inginkan ?
Apakah kita benar-benar saling melukai ?
Apakah kepuasan ego kita sebanding dengan apa yang kita korbankan ?
Apakah kamu benar-benar telah bahagia bersamanya? aku tak tau dan tak ingin banyak tau sebab hal itu sangatlah menyakitkan, dititik tertentu sangatlah mudah melupakan segalanya namun dititik lainya yang terjadi adalah sebaliknya, bukankah selalu menyedihkan ketika kita berpura-berpura tidak peduli lagi, namun siapa yang mampu membohongi hati kita sendiri?
Aku dan kamu terjebak dalam kebingungan yang sama, merenung berfikir tanpa pernah yakin kapan semua ini akan berakhir menjadi naif ketika bermain-main dengan waktu.
kita pernah sepakat untuk berusaha saling melengkapi satu sama lain. Maka bisakah kita akhiri saja tanpa ada duri yang mungkin melukai ?. Jika mampu mari kita buat segalanya jadi mudah, semudah kita bernafas……

Sabtu, 13 April 2013

KITA

Kita saling mempunyai hati tapi tidak memahami, saling mempunyai pikiran tapi tak mengerti, saling mempunyai rasa tapi tak merasakan. Lalu apa gunanya semua itu?

Kalau aku terluka kamu pun akan tetap diam, kalau aku jatuh kamu pun takkan menggenggamku, kalau aku sakit kamu pun takkan pedulikan. Lalu apa gunanya aku untukmu?

Keputusan kita berpisah itu yang terbaik bagimu, memaksa aku untuk mengerti semua inginmu yang tak pernah akan sepaham dalam pandanganmu. Aku tak pernah mengerti mau mu, namun semua ku pahami karna rasa yang terus mendorong ku untuk berusaha memahami mu.

Akankah kita kembali seperti dulu? menjalani kisah yang pasti indah tanpa paham kita yang berbeda.
Akankah aku kembali untukmu? 
Akankah kita memperbaiki semua yg telah rusak ini...?